Kamis, 14 Oktober 2010

Pembiayaan berdasar prinsip bagi hasil musyarakah

Musyarakah adalah prinsip bagi hasil, yaitu kerja sama antara beberapa mitra yang masing-masing mitra menyetorkan sejumlah dana (bisa sama atau berbeda) dan memberikan keahlian mereka untuk membuat suatu usaha dan mengelolanya secara bersama-sama. Apabila terdapat keuntungan, dibagi sesama mitra berdasar nisbah, apabila terjadi kerugian, kerugian ditanggung bersama sesuai proporsi modal masing-masing.
Dalam pembiayaan musyarakah ini, nasabah dan bank sama-sama menyetorkan modal untuk membuat usaha. Tetapi, bank tidak ikut serta dalam kepengelolaan usaha tersebut.
Contoh:
Paijo Ramelan mempunyai modal Rp. 10.000.000, ingin membuat usaha pabrik tahu, tetapi modalnya belum mencukupi. Paijo mendapat pembiayaan musyarakah dari bank syariah sebesar Rp. 15.000.000. Jangka waktu 1 tahun, diangsur tiap bulan beserta bagi hasil. Nisbah disepakati Paijo:BMT = 70% : 30%.
Angsuran pokok per bulan = Rp. 15.000.000 : 12 = Rp. 1.250.000
Bulan I
Keuntungan pabrik tahu Rp. 2.000.000
Bagi hasil untuk BMT = 30% x Rp. 2.000.000 = Rp. 600.000
Jadi angsuran bulan I = Rp. 1.250.000 + Rp. 600.000 = Rp. 1.850.000
Yang seperti contoh di atas tersebut disebut sebagai musyarakah menurun, artinya bagian modal salah satu mitra menurun terus secara bertahap sampai pada waktu yang ditentukan (dalam contoh di atas 1 tahun), salah satu mitra yang akan memiliki usaha tersebut. Dalam contoh di atas, bagian modal BMT terus menurun dari bulan ke bulan, karena sudah dikembalikan Paijo. Hingga nanti pada bulan ke-12 ketika pembiayaan musyarakah Paijo lunas, BMT sudah tidak memiliki modal (kepemilikan/kepesertaan) pada usaha pabrik tahu. Sehingga yang memiliki pabrik tahu tinggal si Paijo saja.
Apabila misalnya Paijo sepakat dengan BMT untuk tidak mengembalikan pembiayaan yang diterimanya, disebut musyarakah permanen. Artinya bagian modal masing-masing mitra terus sama sehingga kepemilikan usaha ada pada dua mitra tersebut tanpa dibatasi waktu.
Mengenai bagi hasil, ada dua metode yang dapat digunakan, yaitu profit sharing (bagi laba) dan revenue sharing (bagi pendapatan). Jika BMT memakai metode revenue sharing, berarti yang dibagi hasil antara BMT dan nasabah pembiayaan adalah pendapatan tanpa dikurangi dengan biaya-biaya. Sedangkan apabila menggunakan metode profit sharing, maka yang dibagi hasil antara BS dan nasabah pembiayaan adalah pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya (laba). Dua metode ini digunakan salah satu untuk semua produk yang berprinsip bagi hasil.

2 komentar: