Selasa, 03 Juli 2012

KEBANGKITAN (NASIONAL) EKONOMI ISLAM KEDUA - 100 Tahun Setelah berdirinya Syarikat Dagang Islam (1912-2012)

 
                                             Oleh : Agustianto Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Wakil Sekjen MES Pusat

Sabda Nabi Muhammad Saw, “Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk umat ini, setiap seratus tahun orang yang memperbaharui urusan agama mereka (HR.Ahmad)
Sejarah pergerakan ekonomi Islam di Indonesia sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1905, dengan berdirinya organisasi Syarekat Dagang Islam (SDI) yang dibidani oleh para entrepreneur dan para tokoh muslim saat itu.
Syarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam, Islam kala itu merupakan ancaman serius bagi kolonial, karena Islam membawa doktrin pembebasan untuk keadilan dan kesejahteraan. Pada mulanya, organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim  agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Cina. Pada saat itu, pedagang-pedagang  Cina tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Indonesia lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial dan mendorong timbulnya kesadaran kaum muslim untuk bangkit melalui organisasi ekonomi Islam yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya.
Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh.  Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912.
Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik.
Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antar bangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat Indonesia.
Minggu,  20 Mei 2012 bangsa Indonesia kembali memperingati Hari kebangkitan Nasional. Oleh karena momentum peringatan Hari kebangkitan Nasional ini sangat terkait dengan kebangkitan ekonomi Islam (kedua) yg telah dideklarasikan di Jakarta, pada momentum Musyawarah Nasional MES, maka saya selaku orang yang dipercaya membacakan Deklarasi kebangkitan Nasional (Ekonomi Islam) kedua tersebut, perlu menurunkan artikel, pada tgl 20 Mei 2012, yang diklaim sebagai hari kebangkitan nasional.
Masih segar dalam ingatan kita,  4 Tahun lalu,  momentum peringatan seratus tahun Kebangkitan Nasional pada 20 Mei  2008, diperingati, secara meriah. Bahkan, sampai kini masih ditandai dengan gerak jalan estafet, membawa obor secara beranting, dari Sabang sampai Merauke. Terkait penetapan tgl 20 Mei 1908, sebagai momentum kebangkitan nasional, perlu diluruskan sejarahnya, karena telah terjadi distorsi sejarah.
Meluruskan sejarah Kebangkitan Nasional
Sebenarnya, tiga tahun sebelum lahirnya Budi Utomo telah berdiri Syarikat Dagang Islam pada 16 Oktober 1905 di kota Solo. Beberapa tahun kemudian untuk menonjolkan Islam, kata ‘dagang’ dihilangkan, sehingga menjadi Syarikat Islam.
Pada seratus  tahun lalu, dentuman meriam Jepang yang bertalu-talu dalam pertempuran dengan Angkatan Laut Rusia di Selat Thusima menyebabkan AL Rusia bertekuk lutut kepada Jepang di Port Arthur pada tahun 1905. Kemenangan Jepang atas Rusia itu telah membnangkitkan semangat dan harga diri bangsa-bangsa Timur bahwa mereka juga mampu melawan penjajahan (Barat) dan mengusir mereka dari bumi Timur.
Peristiwa itu dijadikan momentum oleh seorang pemuda Lawean, Solo, asal Klaten, untuk mencetuskan ide yang selama ini tersimpan dalam jiwanya: menyusun kekuatan guna mengusir penjajah Belanda dari bumi Indonesia.
Pemuda itu kemudian dikenal sebagai tokoh Perintis Kemerdekaan: Haji Samanhudi. “Dialah hero yang sebenarnya bagi pergerakan Indonesia,” tulis mantan tokoh Masyumi 1950-an, KH Firdaus AN dalam buku Dosa-dosa Politik Orla dan Orba.
Setelah HOS Tjokroaminoto duduk dalam pimpinan Syarikat Islam (SI), kemajuan SI makin hebat dengan semangat berkobar-kobar sehingga SI dipandang sebagai ‘Ratu Adil’.
Kemajuan SI yang pesat saat itu membuat penasehat pemerintah kolonial, Snouck Hurgronye, menulis dalam majalah Indologen Blad, meminta pemerintah mewaspadai kebangkitan gerakan Islam ini dan jangan sampai lengah.
Pada mulanya Belanda menolak kehadiran SI, tetapi kemudian mengakuinya juga sebagai badan hukum pada 10 September 1912. Namun, oleh kaum SI tanggal 16 Oktober 1905 dipandang sebagai kelahiran SI yang sejati. Tanggal inilah yang diperingati kaum SI setiap tahun.
Setelah menjadi badan hukum, SI bertambah maju, melompat-lompat ke depan menuntut kemerdekaan Indonesia di bawah pimpinan Tjokroaminoto yang digelari ‘raja tanpa mahkota’. Kaum reaksioner Belanda menjadi saling menyalahkan satu sama lain. Mereka menyalahkan Gubernur Jenderal Indenburg yang mengakui SI secara resmi dalam politik dan mereka memelesetkan SI sebagai Salahnya Indenburg.
Berlainan dengan SI yang sejak 1912 telah menuntut kemerdekaan Indonesia, Budi Utomo (BU), menurut KH Firdaus AN, merupakan perkumpulan kaum ambtenaar, yaitu para pegawai negeri yang setia kepada pemerintah kolonial Belanda.
Pertama kali BU diketuai Raden T Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, yang dipercaya Belanda. Ia memimpin Budi Utomo sejak 1908 sampai 1911. Kemudian dia digantikan oleh Pangeran Arjo Noto Dirojo dari istana Paku Alam, Yogyakarta.
Dengan dipimpin oleh kaum bangsawan yang inggih selalu, tidak mungkin BU akan dapat melangkah maju untuk mengadakan aksi massa, berjuang guna mengubah nasib mereka yang menderita di bawah telapak kaki penjajah Belanda.
Dengan sifat kebangsawanan yang pasif dan setia kepada Belanda itu, juga membuat BU terjauh dari rakyat. Menurut Firdaus AN, BU bukan bersifat kebangsaan yang umum bagi seluruh Indonesia, tetapi bersifat regional, kedaerahan dan kesukuan yang sempit. Keanggotaannya selalu terbatas bagi kaum ningrat aristokrat, dan hanya terbatas bagi suku Jawa dan Madura.
SI yang dilahirkan di Solo tahun 1905 dengan sifat Nasional dan dasar Islam yang tangguh, yang merupakan organisasi Islam terpanjang dan tertua umurnya dari semua organisasi massa di tanah air.
Dengan sifat nasionalnya SI meliputi seluruh bangsa Indonesia yang beragama Islam yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Ini tercermin pada wajah para tokoh pemimpin SI dari berbagai kepulauan di Indonesia.
Di bawah pimpinan trio politikus yang terkenal — Tjokroaminoto, Agus Salim dan Abdul Muis — SI menjadi organisasi massa pertama yang bukan hanya menuntut tapi memperjuangkan kemerdekaan RI. Kemudian menyusul berdirinya Muhammadiyah pada 1912 yang diketuai oleh KH Ahmad Dahlan yang berjuang di lapangan sosial dan pendidikan demi kecerdasan umat.
Dari paparan data dan fakta sejarah di atas, jelaslah bahwa kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia, sesungguhnya, bukan didasarkan pada kelahiran Budi Utomo, yang pro kepada penjajah dan bersifat sempit, melainkan pada kelahiran Syarikat Dagang Islam, yang jelas-jelas melawan penjajahan, berisifat nasionalis,  dan memperjuangkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Kebangkitan Ekonomi Syariah : Kebangkitan Nasional (Ekonomi islam) Kedua
Gerakan ekonomi syariah kembali muncul di Indonesia, pada tahun 1992, dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia atas prakarsa ICMI dan MUI. setelah mendapat legitimasi legal formal dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dua tahun setelah BMI berdiri, berdiri pula Asuransi Syariah Takaful di tahun 1994. Berbarengan dengan itu, tumbuh pula 78 BPR Syariah dan  pada tahun 1996 berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah BMT yang disusul oleh kehadiran lembaga-lembaga keuangan syariah lainya, seperti pasar modalk syariah, reksadana syariah, sukuk, multifinance syariah, pegadaian syariah, dana pension syariah dan koperasi syariah. Regulasi dan Undang-Undang yang terkait tentang lembaga keuangan dan pebankan syariah, juga bermunculan, dengan disahkannya UU SBSN No 19/2008, UU Pe3rbankan Syariah, No 21/2008,
Setelah terjadi krisis 1997, hampir seluruh bank konvensional dilikuidasi karena mengalami negative spread, kecuali bank yang mendapat rekap dari pemerintah melalui BLBI dalam jumlah besar mencapai Rp 650 triliun. Bank-bank konvensional itu bisa diselamatkan dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak.
Krisis tersebut membawa hikmah bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Pemerintah dan DPR mengeluarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No 7/1992. Pasca UU tersebut sejumlah bank konversi kepada syariah dan membuka unit usaha syariah. Perkembangan itu selanjutnya diikuti oleh lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya, seperti asuransi syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah. obligasi syariah, pegadaian syariah dan sebelumnya telah berkembang lembaga keuangan mikro syariah BMT.
Perkembangan lembaga perbankan dan keuangan syariah mengalami kemajuan  yang sangat pesat dan menunjukkan ketangguhannya dalam masa krisis moneter dan menunjukkan data-data kemajuan yang fantastis. Ketika bank-bank konvensional mengalami likuidasi, bank syariah dapat bertahan, karena sistemnya bagi hasil, sehingga tidak wajib membayar bunga pada jumlah tertentu kepada nasabah sebagaimana pada bank konvensional. FDR bank syariah senantiasa tinggi, Ini menunjukkanbahwa dana pihak ketiga bersifat produktif/diinvestasikan kepada usaha masyarakat.
Kemajuan dan perkembangan pesat lembaga perbankan dan keuangan syariah dan dibarengi dengan maraknya lembaga pendidikan Tinggi ekonomi Islam, merupakan fenomena yang spektakuler dalam konteks gerakan kebangkitan kembali ekonomi Islam di Indoneia,
Sehubungan dengan itu, maka pada momentum MUNAS MES II, di tahun 2012, ini, Masyarakat Ekonomi Syariah  memandang perlu dan stretegis  untuk menjadikan momentum fenomena kebangkitan ekonomi syariah saat ini sebagai Kebangkitan kembali Ekonomi Islam Jilid II, setelah seratus tahun gerakan Kebangkitan Ekonomi Islam,  di tahun 1912 oleh Tokoh–tokoh Islam saat itu,seperti  H.Samanhudi dan HOS. Cokroaminoto. Pembacaan naskah Deklarasi kebangkitan Nasional Ekonomi islam kedua, dibacakan oleh Agustianto, wakil sekjen MES dan ketua I Pengurus Pusat Ikatan Ahli Ahli Ekonomi Islam. Moentum deklarasi kebangkitan Nasional Ekonomi Islam kedua, merupakan catatan sejarah yang amat penting di bumi pertiwi.
Apabila motif Kebangkitan Ekonomi Islam partama pada 1912 bertujuan untuk menghimpun kekuatan para pedagang muslim dalam konteks  upaya melepaskan diri dari penjajahan Kolonialisme  dan meraih  kemerdekaan, maka motif Gerakan Kebangkitan Ekonomi  Islam kedua, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indoensia, sebagai bentuk nyata perjuangan kaum muslimin Indonesia untuk mengisi kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamirkan pada tahun 1945.

Sumber : http://www.agustiantocentre.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar