Rabu, 05 Mei 2010

PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEMISKINAN (Analisis Pemikiran Abdul A'la Al- Maududi dan Yusuf Al- Qardawi

PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEMISKINAN (Analisis Pemikiran Abdul A'la Al- Maududi dan Yusuf Al- Qardawi
Ditulis oleh Darusman
Monday, 19 April 2010
ABSTRAK
"Seandainya Kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku
akan membunuhnya"
(Ali bin Abi Thalib)
Kutipan di atas pernah dibuat sebagai pembuka bab pertama buku Nabi Subhi
Al Thawil Al-Hirman wa al- Takhalluf fi Diyar al-Muslimin. Buku itu yang
sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia mengisahkan kemelaratan
kaum muslimin dengan data dan angka
Buku kecil ini diakhiri dengan
himbauan agar umat Islam bersama-sama memerangi kemiskinan, seperti tekad
Ali bin Abi Thalib.Yang menarik buat saya sekarang adalah kenyataan bahwa
pernyataan perang terhadap kemiskinan dikeluarkan oleh seorang sahabat yang
dianggap terkenal sederhana, bahkan ia terkenal dengan hidup sufi
.
A. Pendahuluan
Perhatian agama Islam terhadap masalah kemiskinan tersebut sangat besar. Dalam al-
Qur'an kata miskin dan masakin disebut sampai 25 kali, sementara faqir dan fuqoro sampai
14 kali (Muhammad Abdul Baqi'). Allah SWT berfirman "berikanlah makan kepada orang
yang lagi faqir" (QS. AL-Hajj, 22 : 8). Nabi Muhammad SAW sendiri berdo'a "aku
berlindung kepada-Mu dan kefakiran dan kekufuran ".(H.R Abu Daud). Mengapa demikian,
hadits lain menyebutkan bahwa kefakiran yang menimpa seseorang atau suatu bangsa
cenderung akan berperilaku kufur (Kadal Faqru An Yakuuna Kufran). Kufur disini tidak
hanya lawan dari iman, melainkan juga lawan dari syukur atas nikmat- nikmat yang
dianugrahkan Allah SWT. Menurut Yusuf Al-Qardawy
1
, akibat negatif dari kefakiran dan
kemiskinan itu bisa merusak aqidah, moral dan retaknya keluarga serta masyarakat dan
negara.
Dalam Islam ada dua Madzhab dalam menjelaskan tentang siapa sebenarnya yang
disebut miskin itu. Pertama, madzhab Hanafi dan Maliki yang berpendapat miskin itu adalah
"orang yang tidak mempunyai sesuatupun juga". Kedua, madzhab Hambali dan Syafi'i yang
menyatakan miskin itu adalah "orang yang mempunyai seperdua dari keperluannya atau lebih
tetapi tidak mencukupi". Dalam kehidupan kita, biasanya kata miskin dijadikan kata
majemuk dengan faqir
2
, sehingga menjadi faqir miskin yang artinya kurang lebih sama.
Menurut hemat penulis, faqir dapat disamakan dengan kemiskinan absoulut dan miskin
dengan kemiskinan relatif.
Hal ini terdapat beberapa pendirian terhadap masalah kemiskinan
3
. Pertama, pendirian
yang menyucikan kemiskinan. Bagi golongan ini kemiskinan bukan masalah yang harus
dipecahkan, tetapi harus dibiarkan, karena dengan demikian manusia manusia bisa
berkonsentrasi berhubungan dengan Tuhannya, tidak di ganggu dengan urusan duniawi.
Kedua, pendirian para fatalis yang menganggap bahwa kemiskinan itu merupakan taqdir
1Yusuf al-Qardhawy, Konsep Islam dalam Mengentaskan kemiskinan, (Surabaya : Bina Islam, 1996) hal. 12-17
2 Sulaiman Rasyid, Figh Islam (Jakarta: AT- Tahiriyah 1954) hal. 207-209
3 Yusuf al-Qardawy, Op,Cit,. Hal.1-10
________________________________________
Allah dan Manusia harus sabar dengan ujian itu. Ketiga, pendirian ketiga sama dengan fatalis,
namun mereka maju selangkah. Yaitu secara perorangan mereka harus membantu orang-
orang miskin. Madzhab ini dikenal sebagai "kebajikan Pribadi". Keempat, kaum kapitalis
memandang kemiskinan adalah menimbulkan problem yang harus diselesaikan dengan orang
miskin sendiri, sedangkan orang kaya bebas dalam mempergunakan hartanya. Kelima, Kaum
Marxis yang menyatakan bahwa kemiskinan itu bisa diatasi kalau kaum borjuis dan
kekayaannya tidak dimusnahkan, tetapi lalu ditata kelas-kelas baru.
Pendekatan kontemporer melihat bahwa penyebab kemiskinan bisa dilihat dari tiga teori
berikut ini
4
: Pertama, teori yang menekankan kepada pada nilai-nilai. Mereka miskin karena
mereka bodoh, malas, tidak ulet, tidak mempunyai prestasi, fatalistik. Kedua, teori yang
menekankan pada organisasi ekonomi masyarakat. Teori ini menganggap orang itu miskin
karena kurangnya peluang dan kesempatan untuk memperbaiki hidup mereka. Ketiga, teori
yang menekankan pada pembagian kekuasaan dalam struktur sosial dan tatanan masyarakat.
Tatanan dan struktur masyarakat yang ada dianggap sebagai hasil paksaan (bukan konsensus)
sekelompok kecil anggota masyarakat yang berkuasa dan kaya akan mayoritas warga
masyarakat miskin, dan inilah yang menjadi sebab kemiskinan.
Jalan keluar dari teori ini bermacam- macam pula. Bagi teori pertama caranya mereka
harus dicerdaskan, sedangkan bagi teori kedua caranya adalah perlu adanya industrialisasi
agar ada tetesan kebawah. Bagi teori ketiganya yang di perlukan adalah perombakan struktur.
Dilihat dari beberapa teori tersebut ada beberapa pendekatan dalam memahami kemiskinan
dan penyebab yang dapat disederhanakan, yaitu sebab kultural yang dilatari oleh teori
kapitalisme dan sebab struktural yang dilatari oleh oleh teori markisual. Namun masih ada
sebab lain yang tidak boleh dilupakan yaitu peristiwa-peristiwa alam dan lain sebagainya.
Dalam penulisan ini yang ingin penulis ungkapkan adalah alur pemikiran kedua tokoh
muslim, seperti Abul A'la al- Maududi dan Yusuf al- Qardawy di bawah ini.
B. Pemikiran Abul A'la al- Maududi
Menurut Al- Maududi, untuk mengatasi kemiskinan, maka yang akan digunakan dan
diterapkan adalah sistem ekonomi Islam dengan karakteristik sebagai berikut
2
:
1. Berusaha dan bekjerja dengan mengindahkan yang halal dan haram tidak membenarkan
bagi para pemeluknya untuk mencari kekayaan semau mereka dengan jalan apa saja yang
mereka kehendaki. Namun dalam Islam dijelaskan perbedaan antara jalan yang sah dan
jalan yang tidak sah menurut agama. Perinsip ini juga diterapkan oleh Allah SWT dalam
firman-Nya :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, sekali-kali jangan kamu makan harta
sesamamu dengan jalan yang tidak sah, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu. Dan
barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hal yang aniaya, maka
kelak memasukkannya kedalam neraka". (Q.S. an- Nisa': 29-30).
Ayat ini terdapat dua ketetapan sebagai syarat bagi syahnya perdagangan. Pertama,
hendaklah perdagangan itu dilakukan suka sama suka di antara kedua belah pihak.Kedua,
hendaklah keuntungan satu pihak, tidak berdiri diatas dasar kerugian pihak lain.
4Jhon Kenneth, Hakekat kemiskinan Massa, Jakarta : Sinar Harapan, hal. 25-26
2Abu A'la al-Maududi, Dasar dasar ekonomi dalam Islamdan Berbagai Sistem masa Kini, Bandung: Al-Ma'arif, 1980,
hal. 116-137
________________________________________
2. Larangan Menumpuk Harta
Yang kedua, ialah seyoganya orang tidak mengumpulkan harta yang meskipun di
dapatnya dengan jalan sah, karena akan menghambat perputaran (distribusi) kekayaan
dan merusak keseimbvangan serta pembagiannya dikalangan masyarakat. Orang yang
mengumpulkan harta dan tidak membelanjakannya, tidak hanya mencampakkan dirinya
kedalam penyakit moral saja, tetapi juga melakukan sesuatu kejahatan besar terhadap
masyarakat banyak, di mana mudlarat dan keburukannya akan kembali menimpa dirinya
sendiri juga. Oleh sebab itu Islam memerangi kebathilan, sebagaimana firman Allah SWT
dalam QS. Ali Imran (3) : 18 yang artinya :" sekali-kali jangan lah orang-orang yang
bathil dengan harta yang dikaruniakan allah, mereka menyangka, bahwa kebathilan itu
baik bagi mereka, bahkan kebathilan itu adalah buruk bagi mereka".
Membelanjakan harta di Jalan Allah Pada sisi lain, Islam menyuruh kepada
ummatnya untuk membelanjakan harta, meski Islam juga melarang untuk bersikap boros.
Namun dengan perintah ini bukan berarti ada legitimasi bagi ummat Islam untuk
membelanjakan harta dengan royal dan boros, apalagi tujuan pengeluaran itu hanya untuk
pemenuhi kepuasan hawa nafsu belaka (hedonisme). Maksud diperintahkannya
membelanjakan harta yaitu membelanjakan harta dengan disertai syarat fi sabilillah, di
jalan allah. Hal ini sesuai dengan QS. Al- baqarah (2) : 219
Artinya : "dan mereka bertanya kepadamu, apa yang mereka belanjakan ? katakanlah,
yang lebih dari keperluan".
Dan Allah juga berfirman dalam QS. An- Nisa' (4) : 36.
Artinya : "Sembahlah olehmu akan Allah, janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu. Dan berbuat baiklah kepada keduia ibu bapak, karib kerabat, anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh,
teman sejawat, orang-orang musafir dan hamba sahayamu".
Ayat-ayat diatas memberi pelajaran bagi kita, sesungguhnya sangkaan-sangkaan
kapitalis yang mengatakan bahwa apabila ia mengeluarkan hartanya di jalan kebaikan,
maka ia akan jatuh miskin dan apabila dikumpulkan hartanya, maka ia akan menjadi
kaya, sedang Islam berkata :"sesungguhnya Allah memberikan harta seorang apabila
dibelanjakannya dijalan kebajikan dan melipatgandakannya".
Seorang kapitalis menyangka bahwa semua harta yang dikeluarkan dijalan kebajikan
telah hilang dan tak akan kembali lagi. Namun Islam membantah, bahwa harta yang
dibelanjakan dijalan kebajikan itu tidak akan hilang, dan akan kembali kepada yang yang
memilikinya dengan sejumlah keuntungan yang besar di hari kemudian. Allah berfirman
dalam QS. Fathir : 20-30 :
Artinya : "Dan mereka membelanjakan hartanya dari rizki yang kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan. Mereka mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi, karena allah akan menyempurnakan
kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-
Nya".
3. Zakat
________________________________________
Yang di kehendaki dalam Islam pada hakekatnya supaya kekayaan tidak dibiarkan
berkumpul di salah satu tempat dalam masyarakat. Tidak selayaknya bagi orang-orang
yang memperoleh kekayaan karena kebetulan nasib mereka baik atau karena kecakapan
dan kecerdasan mereka, akan menyimpan dan tidak membelanjakan di jalan kebajikan.
Namun wajib bagi mereka membelanjakan dijalan yang memungkinkan bagi mereka
yang tidak mempunyai nasib baik, akan memperoleh bagian yang cukup dari kekayaan
masyarakat dalam distribisinya.
Untuk merealisasikan tujuan inilah Islam menciptakan sifat kedermawaan, murah
hati dan kerja sama (Kooperasi) yang sejati dalam lapangan sosial dengan ajaran ^ ajaran
moralnya yang tinggi, dengan jalan bujukan dan ancaman yang efektif, hingga dengan
kecendrungan alamiahnya manusia merasa jijik untuk mengumpulkan kekayaan dan
menyimpannya, dan engan gemar membelanjakannya dengan sendiri.
Pada sisi lain Islam membuat suatu perundang-undangan yang mewajibkan
pemungutan suatu jumlah yang tertentu dari kekayaan orang bnayak untuk kesejahteraan
masyarakat dan kebahagiaannya. Jumlah yang tertentu dari kekayaan orang banyak ini
dinamakan dengan "zakat". Al-Qur'an sendiri menegaskan barang siapa menyimpan
kekayaan, tidaklah halal baginya sebelum dikeluarkan zakat. Untuk lebih jelasnya Allah
SWT berfirman dalam QS. At- Taubah :1-3 :
Artinya : ”Ambillah sedekah dari harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka".
Kata zakat itu menunjukkan bahwa kekayaan yang dikumpulkan manusia itu
mengandung najis dan kotor, tidak mungkin ia menjadi suci sebelum dikeluarkan 2,5 %
dalam setiap tahunnya untuk para sabilillah. Tentang siapa yang berhak mendapat zakat.
Allah berfirman dalam QS. At- Taubah : 60 :
Artinya : "sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fkir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang sedang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan allah
dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan".
4. Hukum Waris
Islam maju selangkah lagi untuk membagi-bagikan kekayaan yang mungkin masih
tinggal terkumpul di suatu tempat, hingga sesudah pengeluarannya untuk keperluan
pribadi, untuk infaq di jalan Allah dan untuk menunaikan zakat. Yang demikian itu
adalah dengan melaksanakan hukumnya mengenai waris.
Yang dikehe ndaki dalam Islam dengan hukum ini, adalah barang siapa meninggalkan
harta, banyak atau sedikit, sebaiknya harta itu dibagi-bagikan kepada kerabat karibnya.
Dan barang siapa yang tidak mempunyai ahli waris yang mewarisinya, tidaklah
seyogyanya hak itu diberikan kepada anak angkat, namun semua hartanya harus
diserahkan kepada Baitul mal kaum muslimin supaya dapat dinikmati manfaatnya oleh
seluruh umat Islam.
Hukum waris itu tidak ada bandingnya dalam suatu sistem ekonomi yang lain, karena
dikehendaki oleh sistem-sistem itu adalah supaya kekayaan yang dikumpulkan oleh satu
orang harus tetap terkumpul ditangan satu orang atau beberapa orang yang terbatas
jumlahnya sesudahnya juga. Tetapi Islam hendak membagi-bagikan dan meratakannya,
hingga distribusi atau peredaran harta itu dikalangan masyarakat ramai menjadi mudah
dan lancar.
________________________________________
5. Ghanimah
Islam telah memerintahkan, supaya yang dapat dirampas oleh muslimin di medan
perang dibagi menjadi lima bagian, empat bagian buat mereka yang ikut dalam
peperangan dan sebagian untuk kepentingan sosial kaum muslimin. Dalam hal ini allah
berfirman dalam QS. Al- Anfal : 41 :
Artinya :"Ketahuilah, apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka
sesungguhnya seperlimanya untuk allah, Rasul, kerabat rasul, anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnu sabil".
Tafsir dari kata-kata sebagian untuk Allah dan Rasul-Nya adalah sebagian yang di
khususkan untuk tujuan-tujuan dan kepentingan- kepentingan sosial, yang diurus dan
diawasi oleh pemerintah dalam negara Islam menurut hukum Allah dan Rasulullah SAW.
Sedang untuk kerabat Rasul adalah sebagian dari seperlima ini, karena mereka tidak
mempunyai bagian dari zakat kaum muslimin dan sedekah mereka. Kemudian ia
menerangkan bagian dari tiga golongan dari seperlima ini secara khusus :
1. Anak ^ anak yatim, untuk keperluan memberi pengajaran dan pendidikan kepada
mereka, supaya dapat memiliki syarat-syarat keahlian untuk turut mengambil bagian
dalam kompetisi di dunia ini.
2. orang-orang miskin yaitu orang yang berkekurangan yang tidak dapat memperoleh
apa yang menjadi kebutuhan mereka dan tempat kediaman mereka. Juga turut
menyertai mereka dalam bagian ini janda-janda kaum muslimin, orang-orang yang
lemah dan orang sakit.
3. Ibnu sabil yaitu orang-orang yang dalam perjalanan. Islam memberikan perhatian
secara serius untuk menumbuhkan kecendrungan dikalangan kaum muslimun untuk
menghormati musafir dan menjamunya dengan sebaik-baiknya. Di samping itu juga
menyediakan sebnagian hartanya untuk musyafir dan harta itu dari zakat yang telah
dikeluarkan, sedekah, dan harta rampasan perang.
Adapun aturan tentang harta rampasan Allah sudah menjelaskan dalam QS. Al-Hasyr;
7-8 yang berbunyi:
Artinya : "Harta rampasan (fai') yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal
dari penduduk kota-kota adalah untuk Allah, untuk Rasul, karib kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan beredar diantara orangt-orang kaya saja dari pada kamu….(karib
kerabat yang mendapat rampasan itu) adalah : orang-orang fakir yang berhijrah,
yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena)
mencari dari karunia Allah dan keridhaan-Nya, dan mereka mendapat
pertolongan Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar."
Ayat ini tidak hanya menjelaskan pos-pos kemana harta rampasan perang (fai') itu
dibagikan, namun juga menjelaskan dengan isyarat yang jelas mengenai tujuan yang
senantiasa diingatkan oleh Islam, bukan hanya dalam pembagian harta rampasan saja,
tetapi juga dalam sistem ekonominya yang menyeluruh, yaitu : supaya harta itu jangn
sampai beredar di sekitar orang-orang kaya saja.
6. Hemat
Islam memperhatikan dan mengawasi perputaran kekayaan pada seluruh
masyarakat, dan ditentukannya satu bagian dari harta orang-orang kaya untuk diberikan
kepada fakir dan miskin pada satu sisi, dan pada sisi lain diperintahkannya kepada tiap-
tiap individu dalam mengeluarkan hartanya (pembelanjaan), hingga keseimbangan dalam
pembagian kekayaan tidak terganggu karena kelalaian dan keterlaluan individu-individu
dalam mempergunakan kekayaan mereka. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam QS.
Al- Furqan :67 yang artinya :"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) tidak
berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, tetapi adalah (pembelanjaan) itu di tengah-tengah
antara yang demikian".
Dalam hal ini, Islam tidak menghendaki seyogyanya orang membelanjakan harta
kecuali dalam lingkungan batas-batas kemampuan ekonominya. Tidak dihalalkan baginya
melampaui batas, hingga pengeluarannya lebih besar dari pada pendapatannya, kemudian
ia terpaksa menjadi seorang pengemis dan perampas harta orang lain, atau berhutang
kepada orang lain tanpa ada keperluan yang sesungguhnya kemudian tidak membayarnya
kepadanya, atau menjual semua alat-alat dan perabot rumah tangga yang dimilikinya
untuk membayar hutangnya, dan memasukkan dirinya kedalam golongan orang fakir-
miskin karena perbuatannya sendiri.
Artinya mengeluarkan atau membelanjakan dalam lingkungan batas-batas
kemampuan adalah jika seseorang mempunyai penghasilan yang besar, ia boleh
membelanjakan semaunya secara boros dan mewah, bersenag-senang dan berfoya-foya
sepanjang hidupnya. Namun karib kerabatnya, teman sejawatnya, dan tetangganya yang
ada di sekelilingnya melewatkan hari-hari sepanjang hidupnya dalam keadaan lapar,
miskin, dan sengsara. Mereka hampir-hampir tidak dapat memperoleh suatu yang dapat
dipergunakan mereka untuk mempertahankan kelanjutan hidup mereka. Pembelanjaan
yang semata-mata didorong oleh seperti dipandang oleh Islam ebagai suatu tindak
melakukan pemborosan.
C. Pemikiran Yusuf Al- Qardawy
Islam menyatakan perang dengan kemiskinan, dari berusaha keras membendungnya,
serta mengawasi berbagai kemungkinan yang dapat menimbulkannya, guna menyelamatkan
aqidah, akhlak dan perbuatan memelihara kehidupan rumah tangga, dan melindungi
kesetabilan serta ketentraman masyarakat. Di samping itu untuk mewujudkan jiwa
persaudaraan antara sesama anggota masyarakat.
Demikian juga dengan apa yang dikemukakan oleh Yusuf al- Qordawy, bahwa
kemiskinan ini bisa terentaskan kalau setiap individu mencapai taraf hidup yang layak
didalam masyarakat. Dan untuk mencapai taraf hidup yang diidealkan itu islam memberikan
kontribusi berbagai cara dengan jalan sebagai berikut.
3
1. Bekerja
Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam, diharuskan bekerja dan
diperhatikan berkelana dipermukaan bumi ini. Serta diperintahkan makan dari rizki Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mulk : 15 :
Artinya : "Dialah yang menjadikan bumi itu rumah bagimu, maka berjalanlah disegala
penjurunya dan makanlah sebagian rizki-Nya".
3 Yusuf al-Qardawy , Loc, Cit, hal. 151-209
________________________________________
Bekerja merupakan suatu yang utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok
untuk menvapai kekayaan, dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia.
Dalam tugas ini, Allah telah memilih manusia unbtuk mengelola bumi, sebagaimana yang
telah dinyatakan oleh Allah, bahwa hal itu pernah diajarkan oleh Nabi Saleh a.s kepada
kaumnya, QS. Hud: 61:
Artinya : "Wahai Kaumku ! sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu tuhan,
melainkan dia. Dia telah menciptakan kamu dari tanah (liat) dan menjadikan
kamu sebagai pemakmurmu".
2. Mencukupi keluarga yang lemah
Sudah menjadi dasar pokok dalam syari'at Islam, bahwa setiap individu harus harus
memerangi kemiskinan dengan mempergunakan senjatanya, yaitu dengan bekerja dan
berusaha. Di balik itu, apa dosa orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja? Apa dosa
para janda yang ditinggal para suaminya dalam keadaan tidak berharta? Apa dosa anak-
anak yang masih kecil dan orang tuanya yang sudah lanjut usia? Apa dosa orang cacat
selamanya, sakit dan lumpuh? sehingga mereka semua kehilangan pekerjaannya? apakah
mereka dibiarkan begitu saja karena bencana tengah melanda dan menimpa mereka,
sehingga mereka terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu?
Melihat realitas di atas Islam tidak menutup mata, namun Islam justru mengentaskan
mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan, serta menghindari mereka dari
perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dfan meminta-minta. Pertama-tama konsep
yang yang dikemukakan untuk menanggulangi hal itu adalah adanya jaminan antara
anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah menjadikan antara anggota keluarga saling
menjamin dan mencukupi. Sebagian meringankan penderitaan anggota yang lain. Yang
kuat membantu yang lemah, yang kaya menvukupi yang miskin, yang mampu
memperkuat yang tidak mampu, karena itu hubungan yang mengikat mereka. Faktor
kasih sayang, cinta mencintai, dan saling membantu adalah ikatan serumpun kerabat.
Demikinlah sebenarnya hakekat hubungan alami. Hal ini telah didukung oleh kebenaran
syari'at Islam, sebagaimana yang disebutkan dalm QS. Al- Anfal: 75:
Artinya: "Dan anggota keluarga, sebagiannya lebih berhak terhadap anggota keluarga
yang lain, menurut kitab Allah".
3. Zakat
Islam mewajibkan setiap orang sehat dan kuat, untuk bekerja dan berusaha mencapai
rizki Allah, guna menccukupi dirinya dan keluarganya, sehingga sanggup mendermakan
hartanya di jalan Allah. Bagi orang yang tidak mampu berusaha dan tidak sanggup
bekerja, serta tidak mempunyai harta warisan atau simpanan guna mencukupi kebutuhan
hidupnya, ia berhak mendapatkan jaminan dari keluarganya yang mampu. Keluarga yang
mampu tadi berkewajiban memberikan bantuan serta bertanggung jawab terhadap nasib
keluarga yang miskin.
Namun demikian, tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan
sanggup memberi bantuan. Apakah kiranya yang akan dibuat oleh fakir miskin yang
malang itu? Apakah mereka dibiarkan begitu saja, hidup dibawah tekanan kemelaratan
dan ancaman kelaparan, sedangkan masyarakat disekitarnya yang didalamnya terdapat
orang-orang kaya, hanya menyaksikan penderitaan mereka?.
________________________________________
Islam tidak akan membiarkan begitu saja nasib fakir miskin yang terlantar.
Sesungguhnya allah SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu di dalam
harta orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu zakat. Sasaran utama
bagi zakat itu adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin.
Di samping zakat juga masih ada hak-hak material lain, yang wajib di penuhi oleh
orang Islam, karena berbagai sebab dan hubungan. Kesemuanya itu merupakan
sumberdana bantuan bagi orang-orang fakir dan miskin merupakan kekuatan untuk
mengusir kemiskinan dari tubuh masyarakat Islam. Hak- hak tersebut diantaranya adalah :
a. Hak bertetangga
b. Korban Hari Raya Haji
c. Melanggar Sumpah
d. Kafarah sumpah
e. Kafarah Dihar
f. Kafarah
g. Fidyah bagi yang lanjut usia
h. Al- Hadyu (pelanggaran dalam ibadah haji)
i. Hak tanaman pada saat mengentan
j. Hak mencukupi fakir miskin.
4. Al-Khizanah al-Islamiyah (sumber Material dalam Islam atau Baitul Mal)
Apabila dalam distribisi kekayaan yang diambil dari zakat untuk para fakir miskin
tidak mencukupi, maka dapat diambil dari persediaan dari sumber material yang lain.
Sumber material yang dimaksud adalah Khizanah al- Islamiyah.
Sumber-sumber material dalam Islam disini meliputi hak milik negara dan kekayaan
^ kekayaan umum, yang dikelola dan diurus oleh pemerintah, baik yang digarap
langsaung maupun yang dikerjakan bersama, seperti harta wakaf, sumbner kekayaan
alam, dan barang tambang yang ditetapkan dalam Islam.
Sebagian besar ahli fiqih Islam sangat berhati-hati dalam menyelamatkan hak fakir
miskin dalam hubungannya dengan harta zakat. Karena itu, mereka tidak membolehkan
harta zakat itu seluruhnya atau sebagian dipergunakan untuk kepentingan umum.
Misalnya, untuk pembiayaan angkatan perang atau keperluan-keperluan lainnya yang
serupa, meski pada saat itu kas anggaran belanja induk mengalami minus. Sedangkan kas
anggaran belanja zakat dalam keadaan surplus. Kecuali dengan jalan pinjaman atas nama
kas anggaran belanja induk, yang nantinya setelah kas anggaran belanja iru surplus
kembali, pinjaman itu harus dikembalikan kepada kas anggaran belanja zakat.
Kekayaan itu harus dipegang dan dikuasai oleh pemerintah agar seluruh rakyat bisa
menikmati manfaatnya. Segala sesuatu yang merupakan pemasukan Khizanah al-
Islamiyah merupakan sumber bantuan bagi orang-orang miskin, manakala pemasukan dan
zakat tidak mencukupi para fakir miskin. Khizanah al-islamiyah ini sangat penting
keberadaannya karena, ketika di antara kaum muslimin orang-orang fakir dan miskin
membutuhkan bantuan, sedangkan kas sedekah (zakat) mengalami kekosongan. Dalam
hal ini seorang imam (kepala negara) boleh mengambil uang khas harta pajak untuk
memenuhi kebutuhan mereka tersebut. Pinjaman itu tidak perlu dinyatakan sebagai
pinjaman yang harus dibayar oleh khas sedekah.
Dari baitul mal ini sesungguhnya merupakan persediaan paling terakhir setiap orang
fakir dan orang-orang yang berkekurangan. Karena itu baitul mal milik semua orang,
bukan milik seorang amir (pimpinan/kepala negara) atau kelompok orang-orang tertentu.
________________________________________
5. Shodaqoh
Islam juga berusaha membentuk pribadi yang luhur, dermawan, dan murah hati.
Pribadi yang luhur adalah insan yang suka memberikan lebih dari apa yang diminta, suka
mendermakan lebih dari apa yang diwajibkan. Ia suka memberikan sesuatu, kendati tidak
diminta dan tidak dituntu terlebih dahulu. Ia suka berderma (memberi infaq) dikala siang
maupun malam.
Sebab itulah, telah turun sejumlah al-qur'an yang agung dan hadits Rasulullah yang
mulia sebagai pembawa berita gembira dan penyampaian ancaman siksa, pembangkit dan
penggerak gairah kerja, pendorong kearah ikhlas, berjuang, dan berderma serta pencegah
sikap-sikap kikir dan bakhil. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah (2):
245:
Artinya: "Siapa saja yang mau meminjamkan kepada Allah dengan satu pinjaman yang
baik, ia akan mengadakan (pembayaran) itu dengan berlipat ganda. Sebab, Allah-
lah yang menyempitkan dan meluakan rizki, dan kepadanyalah kalian
dikendalikan".
Allah berfirman dalam QS. Al-Insan: 8- 10, yang berbunyi;
Artinya : "Dan mereka memberi makanan yang diseganinya, kepada orang-orang miskin,
dan anak-anak yatim, dan orang tawanan. Sesungguhnya kami tidak memberi
makanan kepada kamu melainkan karena Allah, kami tidak mengharap dari kamu
balasan dan ucapan terimakasih. Sesungguhnya kami takit akan adzab Tuhan
kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang yang bermuka masam penuh
kesulitan".
D. Penutup
Al-Qur'an telah menekankan pesan beberapa kali bahwa kaum muslimin tidak menahan
kekayaan dan pendapatan mereka hanya untuk diri mereka sendiri. Melainkan setelah
memenuhi kebutuhan mereka mencukupinya, mereka harus melaksanakan kewajiban
terhadap keluarga dekat mereka, para tetangga, serta orang-orang lain yang membutuhkan
pertolongan di dalam komunitas tersebut, dan orang-orang yang mempunyai kekayaan cukup
diwajibkan untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan para fakir miskin.
Tindakan yang dimaksudkan oleh Islam itu adala, Pertama, Tindakan positif yang
dipakai untuk mencegah pemusatan kekayaan dan membantu menyebarkan di dalam
masyarakat, misalnya, menyebarkan zakat kedalam masyarakat serta hukum waris. Tujuan
tindakan ini adalah untuk memenuhi jumlah minimum hak-hak masyarakat yang dituntut
kemi kemaslahatan masyarakat. Dengan kata lain, upaya itu untuk membina dan
mempertahankan keadilan sosial di dalam kontinuitas masyarakat. Kedua, tindakan-tindakan
pelarangan yang dipergunakan untuk mencegah timbulnya praktik-praktik yang tidak sehat,
penumpukan harta, pengeluaran yang sia-sia dan lain sebagainya.
Untuk mencapai cita-cita keadilan ekonomi dalam masyarakat sebagai mana di
sebutkan di atas, Islam mempersembahkan cita-cita yang sangat tinggi pada individu agar
tidak terjerumus pada level yang lemah menjadi "hewan Ekonomi" dimana hidupnya hanya
untuk makan, dan dimana perutnya merupakan awal dan akhir dari seluruh aktivitas
ekonominya. Padahal seharus-nya merasa bahawa makan adalah untuk sekedar hidup dan
hidup adalah untuk mencapai cita-cita yang lebih mulia.
________________________________________
Dengan demikian, Islam merupakan alternatif dalam pemecahan masalah kemiskinan,
berbeda dengan feodalisme yang hany menikmati kesejahteraan melalui keringat orang lain,
berbeda pula dengan kapitalisme yang membenarkan sistem riba, berbeda pula dengan
sosialisme yang tidak membenarkan hak waris. Disini Islam mempunyai konsep sosial bagi
mereka yang mempunyai kekayaan berlebih melalui zakat dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Abu A'la al-Maududi, Dasar dasar ekonomi dalam Islamdan Berbagai Sistem masa Kini,
Bandung: Al-Ma,arif. 1980.
Jhon Kenneth, Hakekat Kemiskinan Masa, Jakarta Sinar harapan. 1980
Sulaiman Rasid, Fiqh Islam, Jakarta : at-Tahiriyah, 1954
Yusuf al-Qardhawy, Konsep Islam dalam Mengentaskan kemiskinan, Surabaya : BinaIslam,
1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar